Marhaban ya Ramadhan! Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan 1429 H. Sebagai seorang
muslim, sudah semestinya sebagaimana dituntunkan oleh Rasulullah
Muhammad Saw, kita menyambutnya dengan suka cita.
Kita tidak akan bisa melaksanakan sesuatu dengan baik, kecuali jika kita mempersiapkan diri dengan baik pula. Begitupun
dalam menyambut bulan Ramadhan. Rasulullah dan para shahabat sangat
bersemangat tiap kali menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Mereka mari
dengan semangat pula kita mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan
Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan,
keikhlasan dan kesungguh-sungguan, supaya kita dapat meriah semua
kebaikan-kebaikan bulan Ramadhan, sehingga kita menjadi semakin bertaqwa
karenanya.
Persiapan yang
paling urgen yang perlu kita kerjakan ialah persiapan mental dan ilmu. Mempersiapkan mental berarti menyiapkan jiwa kita dengan cara
membangkitkan suasana keimanan dan spirit atau semangat
ketakwaan pada diri kita semua.
Cara yang paling manjur adalah dengan
memperbanyak ibadah, khususnya puasa sunnah sebagaimanya dicontohnya
oleh Rasulullah, dengan memperbanyak puasa Sya’ban, bahkan menyambungnya
hingga bulan Ramadhan.
«كَانَ أَحَبَّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللهِ أَنْ يَصُوْمَهُ شَعْبَانُ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ»
Bulan yang
paling Rasul saw. sukai untuk berpuasa di dalamnya adalah Sya’ban,
kemudian Beliau menyambungnya dengan (puasa) Ramadhan. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).
Pendek kata,
puasa sunnah di bulan Sya’ban, di samping akan mendapatkan pahala yang
besar dan keutamaan di sisi Allah, juga merupakan sarana latihan guna
menyongsong datangnya Ramadhan. Al-Hafizh Ibn Rajab mengatakan,
“Dikatakan tentang puasa pada bulan Sya’ban, bahwa puasa seseorang pada
bulan itu merupakan latihan untuk menjalani puasa Ramadhan.
Hal itu agar
ia bisa memasuki puasa Ramadhan tidak dengan berat dan beban. Sebaliknya,
dengan puasa Sya’ban, ia telah terlatih dan terbiasa melakukan puasa.
Dengan puasa Sya’ban sebelumnya, ia telah menemukan lezat dan nikmatnya
berpuasa. Dengan begitu, ia akan memasuki puasa Ramadhan dengan kuat,
giat dan semangat.”
Para ulama di
masa lalu sangat memperhatikan pelaksanaan semua amal kebaikan pada
bulan Sya’ban. Mereka, sejak memasuki bulan Sya’ban, telah memperbanyak
membaca al-Quran, menelaah dan memahami isinya dan men-tadabbur-i kandungannya. Bahkan Habib ibn Abi Tsabit, Salamah bin Kahil dan yang lain menyebut bulan Sya’ban ini sebagai Syahr al-Qurân.
Oleh sebab
itu, marilah kita pakai waktu yang bersisa di bulan Sya’ban ini untuk
benar-benar mempersiapkan diri memasuki bulan Ramadhan. Ajaklah
diri, keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita guna
menyongsong datangnya bulan Ramadhan. Perbanyak puasa sunnah, baca al
Qur’an dan telaah kandungannya, perbanyaklah shadaqah dan amal shaleh
lainnya, termasuk bergiat melakukan shalat tahajjud.
Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan; bulan murâqabah; bulan pengorbanan di jalan Allah. Di
dalamnya setiap muslim dituntut untuk berkorban dengan menahan rasa
lapar dan dahaga demi meraih derajat taqwa. Taqwa adalah puncak hikmah
dari ibadah shaum pada bulan Ramadhan.
Perwujudan taqwa secara individu
tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi
semua larangan-Nya. Adapun perwujudan taqwa secara kolektif adalah
dengan menerapkan syariah secara kaffah dalam seluruh aspek
kehidupan.
Puasa Ramadhan tentu kurang bermakna, jika tidak
ditindaklanjuti oleh pelaksanaan syariah secara kaffah dalam kehidupan, karena justru itulah sesungguhnya wujud ketaqwaan yang hakiki.
Terakhir, guna
menyambut bulan Ramadhan, marilah kita simak dan renungkan kembali
penggal pesan-pesan Rasulullah yang disampaikan di penghujung bulan
Sya’ban, sesaat sebelum memasuki bulan Ramadhan:
Wahai
manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan penuh berkah,
bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada
seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai suatu
kewajiban dan shalat
malamnya sebagai sunnah.
Siapa saja yang ber-taqarrub di dalamnya
dengan sebuah kebajikan, ia seperti melaksanakan kewajiban pada bulan
yang lain. Siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di dalamnya, ia
seperti melaksanakan 70 kewajiban pada bulan lainnya.
Bulan
Ramadhan adalah bulan sabar; sabar pahalanya adalah surga. Ia juga bulan
pelipur lara dan ditambahnya rezeki seorang mukmin. Siapa saja yang
memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan
diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan lehernya dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala orang itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.
Para Sahabat berkata, “Kami tidak memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa puasa?” Rasulullah saw. menjawab:
Allah akan
memberikan pahala kepada orang yang memberi makan untuk orang yang
berbuka berpuasa meski dia hanya memberi sebutir kurma, seteguk air
minum atau setelapak susu.
Ramadhan
adalah bulan yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya adalah maghfirah
dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Siapa saja yang
meringankan hamba sahayanya, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya
dari api neraka.
Perbanyaklah pada dalam Ramadhan empat perkara, dua
perkara yang Tuhan ridhai dan dua perkara yang kalian butuhkan. Dua
perkara yang Tuhan ridhai adalah kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad
Rasûlullâh dan permohonan ampunan kalian kepada-Nya.
Adapun dua perkara
yang kalian butuhkan adalah: kalian meminta kepada Allah surga dan
berlindung kepada-Nya dari api neraka. (HR Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi di dalam Syu’âb al-Imân).
Berkenaan dengan tibanya bulan Ramadhan, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
Marilah kita
sambut bulan suci Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya agar kita bisa
meraih derajat taqwa sehingga kualitas hidup kita semakin hari semakin
baik. Meski rakyat negeri ini tengah didera oleh berbagai kesulitan,
diharapkan itu semua tidaklah mengganggu kekhusyukan kita dalam
melaksanakan ibadah puasa.
Selanjutnya,
marilah bulan suci Ramadhan ini kita jadikan momentum untuk sungguh-sungguh taat kepada Allah melalui pelaksanaan syariah Islam,
baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga dan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Penutupan tempat maksiyat selama bulan
Ramadhan mestinya juga dilakukan di luar bulan Ramadhan karena maksiyat
hakekatnya adalah pengingkaran terhadap perintah dan larangan Allah yang
harus dihentikan baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.
Tambahan
lagi, yang dimaksud dengan maksiyat bukanlah sekedar
pelacuran, perjudian atau aneka ragam hiburan malam, melainkan seluruh
kegiatan yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah. Dan
kemaksiyatan terbesar tidak lain adalah tegaknya sistem sekuler yang
secara pasti telah menyingkirkan syariah Islam.
Kemaksiyat semacam
inilah yang telah menjadi pangkal munculnya berbagai kemelut persoalan
yang tengah melanda negeri ini. Tidak ada jalan lain untuk kita bisa
terhindar dari segala dampak buruknya, kecuali sistem sekular itu harus
segera dihentikan.
Akhirnya,
dengan iman, keikhlasan dan kesungguhan kita menjalankan ibadah puasa di
bulan Ramadhan, mudah-mudahan keberkahan Allah akan benar-benar
melingkupi kita semua. Amin.
Wassalam,
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto